(gak sekedar) Senggol
Saya dapet side job jadi petugas survei. Awalnya saya pikir ini adalah pekerjaan yang membosankan sekali. Terlalu menjemukan untuk diceritakan. Sampai akhirnya sebuah peristiwa terjadi. Peristiwa yang mengubah desember saya di tahun 2013.
Di hari itu si pemberi kerjaan minta kami dateng ke basecamp untuk briefing dan ngambil kelengkapan survei. Saya kesana bareng temen saya yang juga dapet job ini, Boncenk. Namanaya orang ganteng, ga lengkap rasanya kalo kemana – mana ga pake acara nyasar. Terakhir saya ke basecamp adalah saat bu Ani belum main instagram. Waktu yang sangat lama, jadi wajar kalo sekarang saya lupa base cam nya ada dimana? #alesan
Dari gang sempet sampe gang buntu, dari gang penuh daleman dijemur di atas kepala kami sampe gang dengan puluhan PSK berjejer di pinggir jalan. Di gang yang ke 182.529.417, saya putuskan nanya ke temen saya yang tau alamat basecamp lewat telpon. Melihat apa yang saya lakukan, respon Boncenk:’KENAPE KAGAK DARITADI AJE NANYA, NYEEEETT????!!!’
Ternyata basecamp yang kami cari sudah kami lewati daritadi tapi ngga kami lihat. -_____-“
Di basecamp kami diberi pengarahan dan dibekali beberapa souvenir untuk dikasi ke orang – orang yang mau disurvei. Souvenirnya cukup banyak. Kami harus membawanya memakai dus besar. Saking besarnya, dus ini ngga cukup kami taroh di bagian depan motor yang kami kendarai. Jadi saya taroh di tengah – tengah saja. Di tengah jalan posisi dus kami pindah jadi ke samping. Karena kalo di tengah, posisi duduknya Boncenk yang saat itu nyetir jadi di ujung jok banget. Dia berasa disodomi katanya. (?)
Sambil memindahkan posisi dus, Boncenk juga sempatkan mindahin posisi helm yang awalnya kebalik ke posisi yang seharusnya. Kali ini saya yang berkomentar: ‘Sarap, Lu!’

Ternyata, perasaan disodomi lebih mending daripada mindahin dus ke samping. Dus kami nyenggol ibu – ibu. Ibu – ibu itu jatuh di tengah jalan. Kami menepi dan mendekati ibu – ibu itu. Ternyata adegan di FTV dan sinetron Indonesia itu penipu semua! Boro - boro saya mengharapkan bisa mendapati korban berwajah cantik dan saya bicara dalam hati "wah, cantik sekali dia", lah ini saya udah degdegan apa dia masih idup atau enggak, berapa saya harus ganti rugi, apakah saya akan dipenjara?? Sukurlah, dia selamat. Dan semoga dia punya keluarga cewek muda dan masih single. Maklum saya masih dalam usaha mencari jodoh.
Kami beniat baik menanyakan kondisi ibu – ibu itu, tapi lama – lama niat kami berubah karena ibu – ibu itu menjadi drama. Dengan wajah dibuat – buat terkesan menahan sakit, dia ngaku dadanya patah dan tangannya lebam. Padahal semua orang juga tau kalo ibu itu baik – baik aja, lecet sedikit pun kagak. Kalo emang dadanya patah, dia ngga akan bisa pake acara lari ke motor kami mengambil gambar motor kami dengan hapenya. Kalo beneran patah, dia harusnya pingsan saat itu juga.
Merasa berada di pihak yang salah, kami siap mengurus hal ini ke polisi. Tapi ibu itu menolak. Saya curiga jangan – jangan surat – surat ibu ini ngga lengkap. Ibu ini minta sayap motor bagian depannya diganti. Ia menunjukkan sayap bagian depan motornya yang sobek ke kami dan warga yang melihat. Boncenk melihat ada bekas lem di patahan sayap itu, sepertinya sudah sempat patah sebelumnya. Kami tidak membahas itu, kami tetap mau bertanggung jawab dan menggantinya. Tapi ngga bisa di hari itu karena hari sudah sangat larut dan ibu itu juga harus segera pulang ke rumahnya. Sedangkan motor ibunya tidak Ia percayakan ke kami. Dia juga minta KTP kami untuk jaminan. Orang yang curigaan seperti ibu ini bisa diakibatkan oleh 2 hal: (1) Ia pernah ditipu, (2) Ia juga adalah penipu!!!
Esok harinya saya dan Boncenk mengerjakan proyek survei ini dulu sebelum ke ibu itu. 2 hari setelahnya baru kami bisa kesana. Saya menghubungi ibunya untuk minta ijin membawa motornya ke bengkel dan motor kami yang ditaroh di tempat ibu itu sebagai jaminan. Yang ngangkat telpon saya adalah suaminya dan suaminyaa marah – marah. Istirinya harus ikut juga katanya. Ya sudah, karena istrinya harus ikut, otomatis kami juga harus nemenin di bengkel sampai motornya jadi. Kami jemput ibu itu. Dengan ekspresi yang masih drama, ia kembali mengatakan kalau dada dan tangannya sakit. Tapi ketika kami tawari ke tukang pijat atau rontgen sekalian, dia menolak. Zzzzzzz
Kami beniat baik menanyakan kondisi ibu – ibu itu, tapi lama – lama niat kami berubah karena ibu – ibu itu menjadi drama. Dengan wajah dibuat – buat terkesan menahan sakit, dia ngaku dadanya patah dan tangannya lebam. Padahal semua orang juga tau kalo ibu itu baik – baik aja, lecet sedikit pun kagak. Kalo emang dadanya patah, dia ngga akan bisa pake acara lari ke motor kami mengambil gambar motor kami dengan hapenya. Kalo beneran patah, dia harusnya pingsan saat itu juga.
Merasa berada di pihak yang salah, kami siap mengurus hal ini ke polisi. Tapi ibu itu menolak. Saya curiga jangan – jangan surat – surat ibu ini ngga lengkap. Ibu ini minta sayap motor bagian depannya diganti. Ia menunjukkan sayap bagian depan motornya yang sobek ke kami dan warga yang melihat. Boncenk melihat ada bekas lem di patahan sayap itu, sepertinya sudah sempat patah sebelumnya. Kami tidak membahas itu, kami tetap mau bertanggung jawab dan menggantinya. Tapi ngga bisa di hari itu karena hari sudah sangat larut dan ibu itu juga harus segera pulang ke rumahnya. Sedangkan motor ibunya tidak Ia percayakan ke kami. Dia juga minta KTP kami untuk jaminan. Orang yang curigaan seperti ibu ini bisa diakibatkan oleh 2 hal: (1) Ia pernah ditipu, (2) Ia juga adalah penipu!!!
Esok harinya saya dan Boncenk mengerjakan proyek survei ini dulu sebelum ke ibu itu. 2 hari setelahnya baru kami bisa kesana. Saya menghubungi ibunya untuk minta ijin membawa motornya ke bengkel dan motor kami yang ditaroh di tempat ibu itu sebagai jaminan. Yang ngangkat telpon saya adalah suaminya dan suaminyaa marah – marah. Istirinya harus ikut juga katanya. Ya sudah, karena istrinya harus ikut, otomatis kami juga harus nemenin di bengkel sampai motornya jadi. Kami jemput ibu itu. Dengan ekspresi yang masih drama, ia kembali mengatakan kalau dada dan tangannya sakit. Tapi ketika kami tawari ke tukang pijat atau rontgen sekalian, dia menolak. Zzzzzzz

Sialan si Boncenk. Saya yang diminta ngebonceng ibu ini. Padahal dari awal saya sudah illfeel. Dari dia ngga mau dianter ke polisi, motret motor kami, sampai mendramatisir keadaan, itu semua sudah cukup bikin saya kehilangan selera. Di jalan saya hanya menjawab sekedarnya saja obrolan ibu ini. Tingkahnya klise sekali, menceritakan kisah sedih hidupnya, untuk tujuan membuat kami iba dan mau membayar lebih dari yang harus kami tanggung. Tapi saya tetap fokus ke pokok permasalahan, kami sudah menawarkan ke polisi, rumah sakit, namun tetap Ia tolak, jadi hanya perbaikan motor ini saja yang bisa kami lakukan.
Setelah satu hari yang amat panjang ini, akhirnya urusan mengganti sayap motor ibu ini beres. Tinggal mengecat beberapa bagian motornya yang lecet. Karena hari sudah hampor sore dan ibu itu ngga mau motornya ditinggal di bengkel, nanti saja kami urus masalah cat itu. Jadi untuk sementara KTP Boncenk masih dibawa ibu itu.
Masalah motor kelar, saya dan Boncenk kembali ke urusan survei. Salah satu orang yang saya survei adalah bapak saya. Saya ingatkan ke bapak jika ada yang menelpon, katakan bahwa Ia sudah disurvei. Karena jika Ia bilang 'enggak', hangus sudah bayaran saya. Dan bener, kantor kami mengkonfirmasi peserta yang disurvei, termasuk bapak saya.
‘Apa benar bapak telah disurvei?’
Bapak saya: ‘Ngga ada.’
-______-
Setelah satu hari yang amat panjang ini, akhirnya urusan mengganti sayap motor ibu ini beres. Tinggal mengecat beberapa bagian motornya yang lecet. Karena hari sudah hampor sore dan ibu itu ngga mau motornya ditinggal di bengkel, nanti saja kami urus masalah cat itu. Jadi untuk sementara KTP Boncenk masih dibawa ibu itu.
Masalah motor kelar, saya dan Boncenk kembali ke urusan survei. Salah satu orang yang saya survei adalah bapak saya. Saya ingatkan ke bapak jika ada yang menelpon, katakan bahwa Ia sudah disurvei. Karena jika Ia bilang 'enggak', hangus sudah bayaran saya. Dan bener, kantor kami mengkonfirmasi peserta yang disurvei, termasuk bapak saya.
‘Apa benar bapak telah disurvei?’
Bapak saya: ‘Ngga ada.’
-______-